Priskilla Smith Jully (37) dengan kebesaran hatinya menerima dan mengasuh lebih dari 100 orang-orang yang dibuang oleh keluarganya. Nasib yang sama hingga datang titik balik menjadi alasan wanita yang akrab disapa Priska ini bisa menghidupi mereka.
Priska, panggilan akrab Priskilla Smith Jully, lahir di Jambi 8 Mei 1978. Ia anak kedua dari lima bersaudara yang lahir dari keluarga berada.
"Mama tinggal di rumah mertua, ada adik ipar, kakak ipar, sampai di satu rumah itu ada lima keluarga. Mama tidak siap dan ingin mengugurkan," kata Priska saat ditemui detikcom di The School of Life Foundation atau tempat tinggalnya pada akhir pekan lalu.
Ternyata Priska masih bertahan hingga akhirnya ia lahir. Orangtua Priska berharap bayi laki-laki yang lahir namun ternyata perempuan. Keluarga semakin terpukul ketika mengetahui kondisi Priska yang tidak bisa melihat.
"Keluarga kami cukup berada, tidak ada yang cacat. Saya seolah jadi hal yang memalukan. Orang tua sebenarnya sudah berusaha mengobati karena takut tidak bisa jaga saya nantinya dan karena malu juga. Tapi pengobatan tidak mempan karena masalah ada di syaraf," kenangnya.
Merasa tertekan dengan kehidupan di rumahnya, Priska memutuskan hidup sendiri di Medan sejak kelas 3 SD. Ia hidup dengan bekerja di ladang orang usai pulang sekolah. Selama di Medan Priska mengaku menjadi pribadi lebih suka bertengkar dikarenakan kecewa dengan dirinya sendiri. Ia pun putus sekolah kelas 5 SD.
"Saya melanglang buana, ke Jakarta, kemudian ke Bandung. Itu sendirian. Keluarga tidak peduli, tapi kalau sekarang sudah baikan walau awalnya tidak mudah," ujarnya.
Ketika berusia 17 tahun, Priska diajak temanya ke sebuah acara. Ia tidak menyangka ternyata itu adalah acara Natal. Priska kala itu masih menjauhi dunia religi karena merasa tidak Tuhan tidak adil terhadap dirinya. Tapi ternyata titik balik itu terjadi ketika Priska akan meninggalkan acara tersebut.
"Awalnya saya menolak keras unsur Tuhan di dalam diri saya. Saat itu di depan mata saya seolah saya diingatkan perbuatan-perbuatan, hal tidak menyenangkan yang saya lakukan. Saat mau pergi saya mendengar 'aku mengasihimu'. Di situlah titik balik saya," kenang Priska.
Lambat laun kehidupan Priska berubah, dia pindah ke Jambi agar dekat dengan orangtuanya. Priska juga sempat sekolah pendidikan karakter di Kabupaten Semarang dan pulang lagi ke Jambi tahun 2004.
Priska, panggilan akrab Priskilla Smith Jully, lahir di Jambi 8 Mei 1978. Ia anak kedua dari lima bersaudara yang lahir dari keluarga berada.
"Mama tinggal di rumah mertua, ada adik ipar, kakak ipar, sampai di satu rumah itu ada lima keluarga. Mama tidak siap dan ingin mengugurkan," kata Priska saat ditemui detikcom di The School of Life Foundation atau tempat tinggalnya pada akhir pekan lalu.
Ternyata Priska masih bertahan hingga akhirnya ia lahir. Orangtua Priska berharap bayi laki-laki yang lahir namun ternyata perempuan. Keluarga semakin terpukul ketika mengetahui kondisi Priska yang tidak bisa melihat.
"Keluarga kami cukup berada, tidak ada yang cacat. Saya seolah jadi hal yang memalukan. Orang tua sebenarnya sudah berusaha mengobati karena takut tidak bisa jaga saya nantinya dan karena malu juga. Tapi pengobatan tidak mempan karena masalah ada di syaraf," kenangnya.
Merasa tertekan dengan kehidupan di rumahnya, Priska memutuskan hidup sendiri di Medan sejak kelas 3 SD. Ia hidup dengan bekerja di ladang orang usai pulang sekolah. Selama di Medan Priska mengaku menjadi pribadi lebih suka bertengkar dikarenakan kecewa dengan dirinya sendiri. Ia pun putus sekolah kelas 5 SD.
"Saya melanglang buana, ke Jakarta, kemudian ke Bandung. Itu sendirian. Keluarga tidak peduli, tapi kalau sekarang sudah baikan walau awalnya tidak mudah," ujarnya.
Ketika berusia 17 tahun, Priska diajak temanya ke sebuah acara. Ia tidak menyangka ternyata itu adalah acara Natal. Priska kala itu masih menjauhi dunia religi karena merasa tidak Tuhan tidak adil terhadap dirinya. Tapi ternyata titik balik itu terjadi ketika Priska akan meninggalkan acara tersebut.
"Awalnya saya menolak keras unsur Tuhan di dalam diri saya. Saat itu di depan mata saya seolah saya diingatkan perbuatan-perbuatan, hal tidak menyenangkan yang saya lakukan. Saat mau pergi saya mendengar 'aku mengasihimu'. Di situlah titik balik saya," kenang Priska.
Lambat laun kehidupan Priska berubah, dia pindah ke Jambi agar dekat dengan orangtuanya. Priska juga sempat sekolah pendidikan karakter di Kabupaten Semarang dan pulang lagi ke Jambi tahun 2004.
Di Jambi itulah Priska mulai memperhatikan orang-orang terbuang yang hidup di jalanan. Meski belum menampung, kala itu Priska mengajak orang-orang tersebut merasakan pengalaman yang belum pernah mereka rasakan, contoh sederhananya adalah jalan-jalan ke mal.
"Dulu one day one care, saya bangkitkan kepercayaan diri mereka, saya ajak ke mal. Tujuan saya memang pembinaan karakter," katanya.
Di tahun yang sama, Priska kembali ke Semarang dan menjadi penyiar radio. Tidak disangka setahun kemudian salah satu pendengarnya adalah orang yang pernah ditolong di Jambi. Orang itu menghubungi Priska dan berharap bisa tinggal bersama karena sudah yatim piatu.
"Dia bilang sudah yatim piatu dan butuh tempat tinggal. Ya akhirnya sama saya di rumah kos," pungkasnya.
Satu demi satu pendengar Priskila yang dibuang keluarganya mulai ingin tinggal bersama termasuk empat orang yang pernah ditolong saat di Jambi. Karena semaki banyak, Priska harus berpindah-pindah tempat untuk mencari lokasi yang lebih layak.
Priska didukung penuh oleh suaminya, Fandy Prasetya Kusuma yang bekerja di stasiun radio yang sama. Mereka menikah 12 Desember 2006 dan sekarang mengelola Yayasan Sekolah Kehidupan bersama-sama.
"Dulu one day one care, saya bangkitkan kepercayaan diri mereka, saya ajak ke mal. Tujuan saya memang pembinaan karakter," katanya.
Di tahun yang sama, Priska kembali ke Semarang dan menjadi penyiar radio. Tidak disangka setahun kemudian salah satu pendengarnya adalah orang yang pernah ditolong di Jambi. Orang itu menghubungi Priska dan berharap bisa tinggal bersama karena sudah yatim piatu.
"Dia bilang sudah yatim piatu dan butuh tempat tinggal. Ya akhirnya sama saya di rumah kos," pungkasnya.
Satu demi satu pendengar Priskila yang dibuang keluarganya mulai ingin tinggal bersama termasuk empat orang yang pernah ditolong saat di Jambi. Karena semaki banyak, Priska harus berpindah-pindah tempat untuk mencari lokasi yang lebih layak.
Priska didukung penuh oleh suaminya, Fandy Prasetya Kusuma yang bekerja di stasiun radio yang sama. Mereka menikah 12 Desember 2006 dan sekarang mengelola Yayasan Sekolah Kehidupan bersama-sama.